Beberapa tahun lalu saya pernah mendengar seorang motivator yang diwawancara oleh Larry King, CNN, berkata: “Saat engkau memuji Tuhan dan mengagungkanNya dengan kata-kata pujian yang keluar dari hatimu, engkau akan menerima pujian kembali dari Tuhan. Karena memberi pujian adalah sifat keilahian Tuhan yang kita warisi. Itulah sebabnya pujian menyenangkan hati Tuhan, juga hati kita.” Hmm… begini rupanya cara pujian bekerja, pikir saya.
Artinya, memberi pujian dari hatimu akan menyenangkan hatimu sendiri, karena ketika engkau memuji, pujian secara otomatis kembali kepadamu. Hal ini mengingatkan saya pada cara hukum energi fisika bekerja. Tidak satupun molekul di dunia ini pernah musnah, yang terkecil sekalipun hanya dapat berubah bentuk. Begitu pula energi yang dipancarkan melalui pujian, akan berubah bentuk menjadi energi yang mengangkat hati kita, memotivasi semangat kita. Sehingga hati kita akan memancarkan kecantikan batiniah dan dunia menjadi indah karenanya.
Terlebih lagi bila pujian disanjungkan kepada Tuhan Pencipta Alam Semesta dari hati yang tulus. “KeagunganMu, ya Tuhan, Kemurahan hatiMu, Kemuliaan HadiratMu, membuatku tenggelam dalam haru dan syukur. Engkau yang terbaik dalam hidupku Tuhan, hanya Engkau yang mengerti jiwaku. Tiada yang lain di hatiku selain Engkau.” Bukan saja pujian tulus ini akan menyenangkan hati Tuhan, di hati nuranimu kamu juga akan mendengar sanjungan Tuhan untukmu, “Engkau umatKu yang Kukasihi, engkau spesial di hatiKu, kerendahan-hatimu indah di mataKu, ketabahan hatimu mengharukanKu, kecantikan batinmu menggetarkan hatiKu”. Sejalan dengan kodrat manusiawi yang senang dengan pujian, kata-kata sanjungan ini akan menyenangkan hatimu – dan memancarkan kecantikan batiniahmu.
Beberapa dari kita merasa rikuh bila menerima pujian. Cobalah cari tahu dari dalam dirimu sendiri, mengapa sulit bagimu menerima pujian, sekalipun disampaikan dengan tulus oleh seseorang. Seringkali penyebabnya adalah karena kita merasa tidak layak menerima pengakuan yang mulia tentang diri kita. Kita melihat diri rendah, harganya tidak setinggi pujian yang diberikan.. Atau kita punya persepsi yang salah tentang menerima pujian, di mana kita dituntut menjadi rendah hati dan menerima pujian adalah kesombongan. Tuntutan ini bertentangan dengan hakekat manusiawi, sehingga kerendahan hati kita menjadi kerendahan hati yang palsu karena dipaksakan. Respon kita biasanya berkata, “masak sih?”, atau menangkis “itu kan karena…”. Namun yang paling tidak disukai sang pemuji adalah respon yang justru meninggikan diri seperti “baru tahu ya aku begitu?”. Sesungguhnya ini adalah reaksi yang menutupi malu hatinya karena merasa tidak layak.
Merasa tersipu bila dipuji wajar saja kok, karena kita belum menyadari kualitas yang dipujikan kepada kita. Juga terutama karena kebudayaan saling memuji tidak begitu dikenal di bangsa kita. Di samping itu, inferioritas bangsa kita belum sembuh tuntas akibat penjajahan selama ratusan tahun.. Kakek nenek buyut kita, tanpa disadari oleh mereka, mewariskan kepada kita perasaan inferior ini. Namun dengan gambar-diri yang utuh dan harga-diri yang benar, pujian akan meneguhkan gambaran pribadi yang kita lihat pada diri sendiri. Juga membuat kita semakin mengenal sisi lain diri kita, yang belum pernah kita eksplor namun telah terlihat oleh orang lain.
Cobalah renungkan pertanyaan ini, “What others say comes naturally to you?” Apakah seseorang pernah mengatakan kamu terampil menata ruang, penuh inspirasi, senang berbagi, berotak cemerlang, mudah iba, cepat dan taktis, lembut hati atau berpikir logis? Cobalah kenali sisi dirimu lebih dalam, dan temukan di situasi bagaimana kekuatan potensi ini menonjol.
Dengan tersingkapnya sedikit demi sedikit kekuatan dan potensi yang terkandung di dalam dirimu, kamu akan mengenal dirimu lebih baik hari demi hari. Kamu akan menyadari bahwa hanya Tuhan yang dapat menciptakan kamu demikian sempurna. Dan mulutmu akan dipenuhi dengan pujian kepada Sang Pemberi Potensi. Hatimu akan meluap dengan rasa syukur dan engkau akan berjalan dengan mantap dalam kehidupan. Menyadari bahwa di dalam dirimu engkau memiliki kualitas, ketrampilan, kemampuan, talenta dan rancangan hidup yang sempurna dari Sang Perancang Kehidupan.. Dan segala pujian yang engkau terima tidak berhenti di dirimu sendiri, karena menjadi persembahanmu yang harum kepada Sang Pencipta. Mempersembahkan pujian juga membuatmu terlihat cantik (praise looks good on you). Sehingga pujian tidak lagi membuatmu merasa tidak layak atau tersipu malu. Tetapi semakin meneguhkan hatimu bahwa engkau adalah ciptaan Tuhan yang berharga, mulia dan dikasihi.
Jadilah cantik oleh pujian,
By Grace Sabarus
You are subscribed to email up
Artinya, memberi pujian dari hatimu akan menyenangkan hatimu sendiri, karena ketika engkau memuji, pujian secara otomatis kembali kepadamu. Hal ini mengingatkan saya pada cara hukum energi fisika bekerja. Tidak satupun molekul di dunia ini pernah musnah, yang terkecil sekalipun hanya dapat berubah bentuk. Begitu pula energi yang dipancarkan melalui pujian, akan berubah bentuk menjadi energi yang mengangkat hati kita, memotivasi semangat kita. Sehingga hati kita akan memancarkan kecantikan batiniah dan dunia menjadi indah karenanya.
Terlebih lagi bila pujian disanjungkan kepada Tuhan Pencipta Alam Semesta dari hati yang tulus. “KeagunganMu, ya Tuhan, Kemurahan hatiMu, Kemuliaan HadiratMu, membuatku tenggelam dalam haru dan syukur. Engkau yang terbaik dalam hidupku Tuhan, hanya Engkau yang mengerti jiwaku. Tiada yang lain di hatiku selain Engkau.” Bukan saja pujian tulus ini akan menyenangkan hati Tuhan, di hati nuranimu kamu juga akan mendengar sanjungan Tuhan untukmu, “Engkau umatKu yang Kukasihi, engkau spesial di hatiKu, kerendahan-hatimu indah di mataKu, ketabahan hatimu mengharukanKu, kecantikan batinmu menggetarkan hatiKu”. Sejalan dengan kodrat manusiawi yang senang dengan pujian, kata-kata sanjungan ini akan menyenangkan hatimu – dan memancarkan kecantikan batiniahmu.
Beberapa dari kita merasa rikuh bila menerima pujian. Cobalah cari tahu dari dalam dirimu sendiri, mengapa sulit bagimu menerima pujian, sekalipun disampaikan dengan tulus oleh seseorang. Seringkali penyebabnya adalah karena kita merasa tidak layak menerima pengakuan yang mulia tentang diri kita. Kita melihat diri rendah, harganya tidak setinggi pujian yang diberikan.. Atau kita punya persepsi yang salah tentang menerima pujian, di mana kita dituntut menjadi rendah hati dan menerima pujian adalah kesombongan. Tuntutan ini bertentangan dengan hakekat manusiawi, sehingga kerendahan hati kita menjadi kerendahan hati yang palsu karena dipaksakan. Respon kita biasanya berkata, “masak sih?”, atau menangkis “itu kan karena…”. Namun yang paling tidak disukai sang pemuji adalah respon yang justru meninggikan diri seperti “baru tahu ya aku begitu?”. Sesungguhnya ini adalah reaksi yang menutupi malu hatinya karena merasa tidak layak.
Merasa tersipu bila dipuji wajar saja kok, karena kita belum menyadari kualitas yang dipujikan kepada kita. Juga terutama karena kebudayaan saling memuji tidak begitu dikenal di bangsa kita. Di samping itu, inferioritas bangsa kita belum sembuh tuntas akibat penjajahan selama ratusan tahun.. Kakek nenek buyut kita, tanpa disadari oleh mereka, mewariskan kepada kita perasaan inferior ini. Namun dengan gambar-diri yang utuh dan harga-diri yang benar, pujian akan meneguhkan gambaran pribadi yang kita lihat pada diri sendiri. Juga membuat kita semakin mengenal sisi lain diri kita, yang belum pernah kita eksplor namun telah terlihat oleh orang lain.
Cobalah renungkan pertanyaan ini, “What others say comes naturally to you?” Apakah seseorang pernah mengatakan kamu terampil menata ruang, penuh inspirasi, senang berbagi, berotak cemerlang, mudah iba, cepat dan taktis, lembut hati atau berpikir logis? Cobalah kenali sisi dirimu lebih dalam, dan temukan di situasi bagaimana kekuatan potensi ini menonjol.
Dengan tersingkapnya sedikit demi sedikit kekuatan dan potensi yang terkandung di dalam dirimu, kamu akan mengenal dirimu lebih baik hari demi hari. Kamu akan menyadari bahwa hanya Tuhan yang dapat menciptakan kamu demikian sempurna. Dan mulutmu akan dipenuhi dengan pujian kepada Sang Pemberi Potensi. Hatimu akan meluap dengan rasa syukur dan engkau akan berjalan dengan mantap dalam kehidupan. Menyadari bahwa di dalam dirimu engkau memiliki kualitas, ketrampilan, kemampuan, talenta dan rancangan hidup yang sempurna dari Sang Perancang Kehidupan.. Dan segala pujian yang engkau terima tidak berhenti di dirimu sendiri, karena menjadi persembahanmu yang harum kepada Sang Pencipta. Mempersembahkan pujian juga membuatmu terlihat cantik (praise looks good on you). Sehingga pujian tidak lagi membuatmu merasa tidak layak atau tersipu malu. Tetapi semakin meneguhkan hatimu bahwa engkau adalah ciptaan Tuhan yang berharga, mulia dan dikasihi.
Jadilah cantik oleh pujian,
By Grace Sabarus
You are subscribed to email up