JBlogs~Kebudayaan adalah komplikasi (jalinan) dalam keseluruhan
yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keagamaan,
hukum, adat istiadat, serta lain-lain kenyataan dan
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan manusia sebagai anggota
masyarakat. Kebudayaan adalah salah satu ciri yang membedakan
antara manusia dengan binatang.Kebudayaan sangihe memiliki semua
unsur - unsur kebudayaan yang ada.Terhitung sejak mithology tagharoa, maka kebudayaan
Sangihe purba dimulai sejak tahun 3000
sebelum masehi dan berakhir
sesudah saman logam (nusantara). Mithologi tagharoa adalah
mithology Pasifik. Sebagian peninggalan saman purba dari saman batu masih dapat dilihat di kepulauan sangihe.
Secara tipologi peninggalan bersejarah di sangihe,
membuktikan bahwa benda-benda tersebut memang berasal dari saman
purba, meskipun sampai saat ini belum diketahui secara jelas
tentang fungsi dan umur dari benda tersebut. ( Tipologi adalah
suatu cara untuk menentukan umur benda budaya berdasarkan
bentuknya. Makin sederhana benda budaya makin tua umurnya )
Gong dalam bahasa sangihe adalah Nanaungan. Berfungsi sebagai musik pengiring upacara keagamaan dari saman logam.
KEHIDUPAN BERAGAMA DAN
KEPERCAYAAN SUKU SANGIHE
Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap
keyakinan adanya kekuatan gaib,luar biasa atau supranatural yang
berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan
terhadap segala gejala alam. Mempercayai sesuatu sebagai yang suci
atau sakral adalah ciri khas kehidupan beragama.(Busstanudin Agus, Agama dalam kehidupan manusia,50,2005).
Manusia beragama karena beberapa hal yaitu ; Tidak mampu mengatasai
bencana alam,tidak mampu melestarikan sumber daya dan keharmonisan
alam,tidak mampu mengatur tindakan manusia untuk dapat hidup damai
satu sama lain dalam masyarakat. (Evans-Pritchard, dalam Busstanudin Agus, Agama dalam kehidupan manusia,50,2005)
Kepercayaan ialah sistem keyakinan yang dianut oleh seseorang atau
masyarakat dan menjadi dasar orientasi dan prilakunya. Unsur yang
biasanya terkandung dalam kepercayaan ialah :
mithos,ketuhanan,manusia,alam semesta,doa,mistisisme, magi dan tujuan
kehidupan. ( D.J. Walandungo, Tesis,Islam Tua Terpasung dan Merana,2002).
- Masa Sundeng
Jauh sebelum terbentuknya kerajaan pertama, suku sangihe
sudah menganut sistem kepercayaan. Kepercayaan yang dianut suku
sangihe dimasa lalu tidak dapat dipastikan seperti apa.D.
Brillman dalam bukunya Onze zending velden De zending op de sangi-en Talaud – eilanden menjelaskan bahwa sampai abad ke – 16 terdapat sistem kepercayaan yang disebut “ kepercayaan mana
“. Mana adalah kekuatan yang menonjol,yang menyimpang dari
kekuatan yang biasa, kekuatan ini hadir secara gaib di mana –mana
(sakti). Pendapat umum, mengatakan bahwa kepercayaan suku sangihe
dikelompokan sebagai kepercayaan animisme. Animisme adalah
suatu kepercayaan mengenal adanya roh-roh dan mahluk-mahluk halus
yang mendiami seluruh alam semesta. Selain pendapat diatas, suku
sangihe dimasa lalu juga menganut fetis atau pemujaan
terhadap benda-benda alam maupun buatan manusia yang diisi dengan
kekuatan gaib, jika benar fetis, berarti agama sangihe purba juga
beraliran dinamisme. (Dr. Harun Hadiwijono, Religi suku murba di Indonesia,2006)
Beberapa pendapat tentang kepercayaan sangihe dapat dilihat
melalui aktifitas keagamaan masa lalu. Masyarakat sangihe mengenal
beberapa ritual keagamaan seperti ritual měsundeng.
Sundeng bukan hanya sekedar ritual keagamaan tetapi sebagai sebuah
komunitas yang didalamnya terdapat suatu kehidupan budaya dan sistem
kemasyarakatan yang memiliki hubungan dengan sebuah kekuatan
yang dianggap lebih berkuasa dari komunitas tersebut.
Komunitas ini mengatur adanya pemimpin agama yang di sebut Ampuang.
Ampuang bertindak sebagai orang yang berkedudukan tertinggi
dalam komunitasnya. Dalam menjalankan aktifitasnya ampuang dibantu
oleh para tatanging dan para bihing. Penetapan kedudukan dalam komunitas sundeng dilakukan melalui proses pemuridan atau bawihingang.
Kegiatan utama ritual měsundeng adalah menalě atau
mempersembahkan sesaji. Pada awalnya pemberian sesajen dilakukan
dalam bentuk pengorbanan yang mengorbankan manusia kepada penguasa
alam. Ritual sundeng tidak dilaksanakan ditiap kampung tetapi
dilaksanakan dalam suatu pusat penyembahan yang disebut penanaruang.Terdapat
tempat pelaksanaan ritual sundeng yaitu di manganitu,
pananaru,pulau mahumu dan beberapa tempat lain. Pusat penyembahan
terbesar terdapat di kampung Pananaru kecamatan Tamako.
Pelaksanaan ritual sundeng dihadiri oleh perutusan komunitas
sundeng terkecil dari tiap kampung. Tidak semua komunitas sundeng
memiliki ampuang ataupun tatanging, kebanyakan dari komunitas
kecil hanya memiliki seorang bihing.
Secara garis besar, tata cara pelaksanaan kegiatan menalÄ›
dimulai dari berkumpulnya para anggota komunitas sundeng melalui
perutusannya. Duduk melingkar berdasarkan kedudukan dan peran dalam
kegiatan penyembahan. Mempersiapkan seseorang yang akan dikorbankan.
Meminta petunjuk dari penguasa alam. Setelah direstui ditikamlah
satu orang yang sudah dipersiapkan dengan alat yang bernama kenang. Diyakini jiwa sang korban menuju tempat lain. Berpindahnya jiwa korban diantar melalui prosesi budaya seperti tari lide’,
bunyi-bunyian alat musik oli’ disertai tagonggong dan nanaungang.
Setelah semua kegiatan selesai, semua peserta makan bersama.
Komunitas sundeng meyakini adanya kekuatan yang melebihi
kekuatan mereka, untuk itu mereka mempersembahkan korban sebagai
bentuk hubungan antara manusia dan sang penguasa alam. Kekuatan
yang melebihi kekuatan manusia dalam komunitas sundeng berupa
kekuatan tidak terlihat atau roh. Kekuatan tersebut terdiri dari tiga
unsur roh yang dibedakan dari orang-orang yang menyembahnya yaitu
Ghenggonalangi, Aditinggi dan Mawendo. Ghenggonalangi adalah kekuatan
yang berkedudukan setinggi langit yang menguasai seluruh bumi.
Aditinggi adalah kekuatan yang berkedudukan didaratan tertinggi, yang
disembah oleh orang - orang di perbukitan. Mawendo adalah kekuatan
yang berkedudukan dilaut yang disembah oleh orang-orang dilaut
dan dipesisir pantai.
Pada saat ritual sundeng masih dijalankan dalam sebuah
komunitas sundeng maka muncullah sebuah ritual yang disebut mědaroro.
Inti dari ritual ini adalah mencari dan menemukan petunjuk dari
roh leluhur yang sudah mati. Ritual inilah yang ditafsir oleh
D.Brillman dalam buku (Kabar baik dari bibir pasifik,terjemahan)
sebagai agama orang sangihe. Ritual medaroro masih dilaksanakan di
pananaru sampai tahun 1976 (wawancara dengan tua kampung pananaru,thn 2007), di Manganitu sampai tahun 1960-an (wawancara dengan bpk. Garing,bapak Ulis).
Konsep dan tata cara pelaksanaan ritual medaroro masih diadaptasi
dari ritual sundeng termasuk lokasinya. Dikemudian hari lokasi
pelaksanaan medaroro sudah dilaksanakan di kampung-kampung dalam
komunitas kecil yang dulunya adalah komunitas kecil sundeng. Yang
membedakan antara sundeng dengan medaroro adalah persembahan
korban tidak lagi menggunakan manusia tetapi menggunakan babi. (wawancara dengan tua kampung, Nahepese, Bengka, Karatung, Kauhis, 2001 – 2007).
Digantinnya korban manusia dengan babi, dimulai pada saat
masuknya bangsa eropa di kepulauan sangihe. Pada akhirnya
persembahan korban dalam ritual medaroro diganti dengan
persembahan sesajen nasi kuning dengan lauknya.(wawancara dengan bpk. G. Makamea,2007).
Makna kekuatan yang disembah dalam ritual medaroro tidak lagi
kepada Ghenggonalangi,aditinggi dan mawendo tetapi kepada HimukudÄ›.
Selain ritual sundeng dan medaroro masih ada ritual lain yang
pernah dilakukan masyarakat sangihe dimasa lalu seperti ritual menahulending banua,menondo sakaeng,mendangeng sake, melanise tembonang, menaka batu, dan lain-lain.
Ritual menaka batu (menutup kubur dengan batu) adalah ritual purba yang berhubungan
dengan peristiwa kematian,ritual ini dilakukan beberapa saat setelah
penguburan jenasah. Berdasarkan temuan, batu penutup kubur ini diambil
dari tempat yang sangat jauh dari tempat penguburan karena lokasi
pekuburan tua ini berada di atas bukit.Dilihat dari bentuk bangunan,
dapat diidentifikasi bahwa kuburan yang menggunakan tutup batu, dibuat
pada saman Batu besar.
Tutup batu kubur ini menyerupai dolmen.Ukuran batu mulai dari
50 x 50 cm sampai 100 x 250 cm dengan ketebalan 5 – 25 cm. Berat batu
berfariasi dari 50 kg sampai 700 kg. Pada bagian bawah terdapat 4
sampai 5 tiang batu setinggi 40 cm dari atas tanah.Ritual menaka batu
menunjukan status sosial masyarakat. Kuburan yang memiliki penutup batu
paling besar berasal dari kalangan atas sedangkan kuburan yang memiliki
penutup batu kecil dari kalangan bawah.Berdasarkan penuturan dari
tua-tua kampung pananaru dan lapango, untuk mengangkat batu ukuran
besar memerlukan tenaga sebanyak 50 sampai 100 orang yang dilakukan
secara estafet.Diatas batu, duduk seorang pemimpin yang memberikan
perintah.Setibanya di pekuburan ada seorang tua-tua adat yang sedang
memainkan musik Tagonggong, pada saat batu penutup kubur mulai diangkat
keatas bukit, sering terjadi perkelahian. Setelah prosesi menaka batu
selesai, diadakanlah pesta dalam bentuk meberi makan seluruh pekerja.
Situs kuburan tua sangihe yang memiliki konstruksi yang sama,
menggunakan penutup batu besar terdapat di pantai
pananualeng, pananaru, pangalemang, bawuniang lapango.
Konsepsi masa lalu tentang keragaman budaya terbawa jauh sehingga
menemui suatu perubahan dengan munculnya upacara Tulude. Upacara
ini dilaksanakan setahun sekali sabagai upaya mensyukuri keberadaan
ditahun yang sudah dilalui dan menolak bala di tahun yang baru.
Pada upacara ini ditampilkan semua bentuk hasil kebudayaan
sangihe. Tulude merupakan upacara adat terbesar.
Filosofi utama dari tulude terletak pada tamo, dimana seluruh
lapisan masyarakat dapat hadir tanpa harus diundang. Pada kegiatan
ini tampak nilai kebersamaan antara pemerintah dan masyarakat,
antara masyarakat yang satu dengan lainnya dengan tidak
membedakan status dan kedudukannya dalam kehidupan bermasyarakat.
- Masuk dan berkembangnya agama luar di kepulauan sangihe.
- Agama Islam
Islam merupakan agama luar pertama yang masuk dan berkembang
dikepulauan sangihe. Sebelum agama Islam berkembang lebih luas
disangihe, sudah lahir sebuah komunitas kehidupan beragama
menyerupai islam yang disebut Islam tua atau kaum tua. Aktifitas keagamaan komunitas ini masih mempercayai dan mengikuti kebiasaan penganut islam Alquran, seperti melakukan puasa,melakukan sholat berjamaah,merayakan
beberapa hari keagamaan Islam berdasarkan islam quran. Komunitas
keagamaan ini tidak memiliki kitab suci sebagaimana agama Islam
Al-quran. Mereka meyakini bahwa ajaran islam tua disebarkan pertama
kali oleh seseorang yg kemudian disebut sebagai Mawu Masade. (penjelasan beberapa umat islam tua 2003).
Salah satu ajaran leluhur yang mereka anggap patut di jaga
adalah : umat tidak perlu sekolah tinggi, karena kalau sekolah
tinggi dapat mengotori tingkat keimanan mereka kepada Tuhan Yang Maha
Esa (wawancara dengan bpk. Manto Kirimang,2007)
Masade adalah seorang anak berumur 7 tahun yang ditemukan di
kerajaan Tabukan pada masa pemerintahan Raja Dalero. Pada saat
itu terjadi perang antara kerajaan tabukan dan kerajaan islam
LumaugÄ›. Penyebab perang bukan masalah agama tetapi dendam kepada sultan sibori dari ternate yang membawa lari Maimuna putri raja Dalero. (Sultan sibori sering berkunjung ke kerajaan Lumauge). Pada saat terjadi perang,masade bersembunyi didalam perahu yang tertutup ditanah. Dia ditemukan dan dibesarkan oleh Manakabe.
Masade mempelajari agama Islam di Ternate dan Mindanao lalu
kemudian menyebarkannya ke sangihe. Masade meninggal dan dimakamkan
di Tubis,Philliphina, beberapa waktu setelah perjalanannya ke
Ternate,Mongondow,dan Mekah.
Ajaran Masade diteruskan oleh muridnya yang bernama Penanging. Penanging melakukan pemuridan kepada tiga orang yaitu Makung, Hadung dan Biangkati.
Ajaran tiga murid penanging inilah yang melahirkan tiga aliran
ajaran dalam Islam Tua. Tempat ibadah komunitas keagamaan ini
dinamakan mesjid, alat yang digunakan untuk memanggil orang
beribadah menggunakan lonceng. Shalat berjamaah dilaksanakan tiap
hari Jumat. Ajaran utama mereka berasal dari imam. Ada kemungkinan lahirnya komunitas keagamaan islam tua merupakan kegagalan dari dakwah islam Syi,ah.
Disaat agama islam tua sedang mengalami tekanan dari berbagai
pihak terutama tekanan dari negara sendiri, muncul seorang
penyelamat yaitu Pendeta Don Javirius Walandungo. Melalui sebuah tesis dengan judul “ Islam Tua Terpasung dan merana” telah membuka mata pemerintah untuk menyelamatkan agama ini dari tekanan saudara-saudaranya.
Sampai saat ini tidak ada bukti yang dapat menguatkan tetang kapan
masuknya ajaran islam mula-mula di kepulauan sangihe. Secara umum,
ajaran islam masuk ke Indonesia oleh beberapa ahli berasal dari
India, Coromandel, Arabia, Mesir, China dan Persia. Diperkirakan
ajaran yang masuk ke sangihe melalui philliphina dan ternate.
Ajaran Islam masuk dan berkembang disangihe dilihat dari dua kemungkinan.
Pertama, masuk melalui Philliphina awal tahun 1400 oleh
pedagang dan pelaut china yang melalui jalur pelayaran laut.
Persebaran islam ini dilakukan melalui pelayaran yang dilakukan juga
oleh pelaut china, Cheng Ho dalam kunjungannya di pulau Sulu.
Masuknya ajaran islam dari philliphina juga dipengaruhi oleh
hubungan dagang yang dilakukan oleh muslim cina maupun muslim
moro,mindanao.
Kedua, masuknya ajaran islam dari Ternate diperkirakan pada
abad ke 14, karena pada saat itu islam sudah tersebar diseluruh
ternate. Sultan ternate yang benar – benar sudah memeluk agama
islam adalah Sultan Zainal Abidin (memerintah sebagai sultan thn
1486-1500),Zainal Abidin belajar islam dari Sunan Giri. Pada masa
pemerintahan sultan Baabullah anak dari Sultan Hairun (1570-1583)
kesultanan ternate mencapai kejayaan. Wilayah kekuasaannya sampai
ke Philliphina. Orang pertama yang menyebarkan agama islam AlQuran disangihe adalah Imam Penanging yang kemudian dianggap oleh penganut Islam tua sebagai murid dari Masade ( wawancara dengan bapak Gabriel, kepala MI Petta )
Menurut tradisi lisan sangihe, agama islam pertama kali diperkenalkan di Tabukan oleh seorang arab bernama Syarief Maulana Moe’min pada abad ke 15 dan mendapatkan pengaruh pertama terhadap raja kerajaan Lumauge. ( Suwondo,1978 dalam D.J.Walandungo, Islam tua terpasung dan merana ). Kerajaan lumauge berpusat di sebuah bukit di belakang moronge. Kerajaan ini adalah satu-satunya kerajaan islam di sangihe yang merupakan bagian dari kekuasaan kerajaan Tabukan.
Pada abad ke 19 datanglah seorang imam dari pontianak yang mengajarkan ajaran Islam. Imam tersebut dijuluki “Imam Pontiana”.
Sesudah imam “pontiana” dipulangkan oleh pemerintah Kerajaan Tabukan
ke pontianak, muncul lagi seorang pengajar agama islam dari tabukan
bernama Walanda yang sebelumnya pernah berguru pada Tamieng.
Walanda memperdalam ilmu Islam di mongondow,setelah kembali ke
sangihe ia membuka pengajian di tabukan. Pertengahan abad ke 19,
raja Kumuku (Hendrik David Paparang) mempelajari agama Islam di Ternate. Sekembalinya di Sangihe, dia membawa seorang anak bernama Moedin Baud. (catatan laporan kunjungan Gubernur jendral di kerajaan Tabukan, 1927)
Pada masa pemerintahan Presidentsi raja Cornelis Siri Darea tahun 1886, agama islam di Kerajan Tabukan mendapat tekanan. Kapiten laut Hadiman Makaminan dan Maloehenggehe Paparang dihukum karena berguru ajaran islam pada Husein (orang Gorontalo).
Orang-orang yang masih memeluk agama Islam di Tabukan diungsikan
ke Tahuna dan membentuk komunitas baru kampung islam Tidore.
Pengungsian dipimpin oleh Abdoel Latief. Di bowondego/lenganeng mereka menangis sambil mengucapkan doa Ya
Allah Tuhan yang rahman, PadaMulah tempat berlindung, Sertailah
berkat, teguhkanlah iman, Peliharalah hambamu diperasingan. Diantara para pengungsi terdapatlah seorang yang bijak bernama Ontameng Kakomba yang kemudian menjadi guru agama Islam di Tahuna.
Di masa pemerintahan raja Tahuan, Dumalang, islam mendapat
tekanan. 15 orang penganjur Islam diasingkan diluar Sulawesi.Atas
pertolongan Controleur Hoeke beberapa tahun kemudian dibangunlah
sebuah mesjid di Sawang. Dimasa pemerintahan Raja D. Sarapil 1898 umat
islam dalam pembuangan Tahuna, diijinkan pulang ke Tabukan dan
membangun mesjid di Moronge dan Peta.
Tahun 1915 datanglah seorang Ambon bernama Marasa Besi
mengajarkan ilmu sihir bertopeng agama Islam. Tahun 1919 Sarikat
Islam terbentuk di Tabukan, organisasi ini bubar pada tahun 1921.
Karena kesalah pahaman, pemimpin Sarikat Islam J.G. Janis dihukum,
sampai meninggal dan dikuburkan di Surabaya. Pada masa
pemerintahan raja W.A. Sarapil tahun 1925, kehidupan beragama di
kerajaan tabukan menjadi baik. (disarikan oleh Bombaran Makaminan dalam catatan laporan kunjungan Gubernur jendral di kerajaan Tabukan, 1927 )
Satu-satunya kerajaan Islam di Sangihe adalah Kerajaan Lumauge yang
berpusat di Moronge, dibawah kekuasaan Kerajaan Tabukan. Kerajaan lain
disangihe yang mendapat sentuhan islam adalah kerajaan Kendahe.
Raja kerajaan kendahe pertama adalah anak Sultan Achmad dari
philiphina, memerintah thn 1600 – 1640. Raja Tabukan yang beragama
islam adalah raja Gadma. ”Utusan raja Gadma menegaskan kepada
pemerintah spanyol di manila bahwa mereka rela meninggalkan agama
islam dan memeluk agama kristen” ( Meersman 1967 dalam D.J.Walandungo, Islam tua terpasung dan merana).
- Agama Kristen.
Misi Khatolik Portugis pertama yang tiba di Maluku adalah
beberapa rahib Franciscan yang mendarat di Ternate tahun
1522,kemudian berkembang pesat sampai tahun 1570, di ambon
lease,bacan,halmahera – morotai,ternate-tidore, Banggai,Manado dan
Sangihe. Hal ini terlaksana atas usaha dari Misionaris Jesuit,
Franciscus Xaverius sejak tahun 1546 selama 15 bulan penginjilan.
Sesudah tahun 1570 Misi Roma khatolik mulai mengalami kemunduran
akibat dari, dibunuhnya Sultan Hairun oleh Portugis.
Tahun 1563, pater Diego de Magelhaes membaptis “raja Manado” dan raja Siau Possuma.
Thn. 1566 raja Siau yang baru kembali dari pengungsian
ditemani oleh misionaris dari Ternate Pater Mascarenhas. Akhir bulan
september 1568 raja Kolongan meminta rohaniawan di siau untuk
menerimanya menjadi Kristen. Tgl. 5 Oktober 1568, Pater Mascarenhas
tiba di pulau sangihe, mengajar selanjutnya membaptis dan menikahkan
beberapa bangsawan di kerajaan kolongan.Tahun 1563 adalah awal sentuhan Khatolik di Siau.Perkembangan protestan di pulau sangihe dapat di periodisasikan
berdasarkan buku Wilayah-wilayah zending kita, Zending dikepulauan
sangi dan talaud, sebagai berikut :
- Masa awal protestan (masa VOC)
Penyebaran protestant calvinis dimulai sejak Spanyol
menarik diri dari Sangihe, setelah VOC merebut Tahuna
pada tahun 1666. Pendeta mula-mula adalah Ds. Pregrinus
(1677) dan Ds. Cornelis de Leeuw, sebagai pendeta
pertama yang berkhotbah dalam bahasa Sangihe (1680
- 1689).
Penyebaran agama kristen protestan mula-mula dilakukan oleh para
pendeta pegawai VOC. Tahun 1675 Pendeta J. Montanus mendapati bahwa
jemaat-jemaat di Manado sudah sangat lemah. Tahun 1677 VOC menetapkan
Pendeta Zacharias Cacheing di Manado. Sampai tahun 1700 tidak banyak
lagi pendeta yang mau datang ke Indonesia. Kekristenan pada masa
VOC terjadi bukan karena keimanan tetapi karena tekanan politik.
(Prof.Dr.I.H.Enklaar.Sejarah gereja ringkas,81,1966)
Tahun 1674-1675 adalah masa awal sentuhan protestan di pulau
sangihe. Pada masa itu Pendeta Franciscus Dionysius dan Pendeta
Ishacus Huysman berkunjung ke pulau sangihe,kemudian sakit lalu
meninggal dan dikuburkan ditepi pantai, jalan menuju ke angges. Thn.
1676 sangihe dikunjungi oleh Pendeta. J.Montanus dan
Pendeta Peregrinus. Tahun 1770 – 1853 Pendeta Josep Kam Bertugas di
Maluku dan dijuluki Rasul Maluku, pendeta ini sering melakukan
kunjungan ke sangihe. Pendeta terakhir yang berkunjung ke pulau
sangihe semasa VOC adalah Pendeta J.R. Adams pada tahun 1789. 31
Desember 1799 VOC dibubarkan, sejak bubarnya VOC tidak ada lagi
pelayanan rohani
- Masa NZG (Nederlandsch Zendeling Genootschap ) Perserikatan Pekabaran Injil Belanda
Van der Kamp mendirikan NZG Tahun 1797. Tahun 1817 Pendeta Josep Kam
berkunjung ke Minahasa. Tahun 1819 Lenting berkunjung ke
Minahasa.Pendeta Josep Kam dan Ds. Lenting mendapati orang Kristen tidak
ada pelayanan lagi,lalu mereka melaporkan keadaan itu pada NZG di
Belanda. Pada tahun 1822 atas laporan diatas maka NZG mengirim 2 orang
berkebangsaan Swiss, L.Lamers di Kema ( meninggal 1824 di Kema ) W.
Muller di Manado (meninggal 1827 di Manado) Mereka meninggal karena
penyakit Typus.Dalam pelayanan, mereka mengalamai banyak hambatan
dan tantangan terutama dari kalangan turunan Eropa.Tahun 1827
pelayanan manado diganti oleh Ds. G. J. Helendoorn. 4 tahun kemudian
tahun 1831 dikirim lagi 2 Orang pelayan yaitu : Johann Friedrich Riedel dan Johann GottliebSchwars.
Tahun 1855, NZG mengutus S.D. van der Velde van Capellen dari Minahasa
ke sangihe dan membaptis 5033 orang.Ketika itu S.D. van der Velde van
Capellen sedang bertugas di Tareran,Minahasa. Atas kujungan tersebut
dilaporkanlah keadaan jemaat kristen sangihe yang terlantar kepada
NZG. Oleh menteri Jajahan, diberikan jawaban bahwa akan diutus
empat orang Zendeling-werklieden atau zendeling tukang. S.D. van der
Velde van Capellen kembali lagi ke tempat tugas di minahasa sampai
akhir hidup dan dikuburkan di lansot tareran tahun 1856.
- Masa Zendeling – werklieden ( zendeling tukang atau utusan tukangdalam perhimpunan “Pendeta tukang)
Komisi Zendeling tukang memulai pekerjaannya di
Amsterdam tahun 1851 dan mengutus pekerja injil di
Indonesia. Komisi telah mengutus sembilan orang ke
pulau sangihe dan talaud untuk melakukan penginjilan.
Usaha penginjilan ini dilakukan atas beberapa latar
belakang diantaranya :
- Kurang lebih 200 tahun pemeliharaan injil di sangihe terlantar.
- Laporan Pdt. S.D. van Der Velde van Capellen tahun 1855 tentang kemerosotan iman jemaat di Sangihe.
Karena kekurangan tenaga di Belanda, Komisi zendeling tukang
mengambil beberapa utusan dari Jerman. Mereka yang diutus adalah :
Carl W.L.M Schroder, E.T.Steller, F. Kelling dan A.Grohe. Kelling dan
Grohe ke pulau Siau mereka tiba di Taghulandang 15 Juli 1875. Steller dan Schroder tiba di Manganitu 25 Juni 1857. Pengutusan zendeling tukang berakhir tahun 1858.
- Masa Komite Sangihe dan Talaud (didirikan tahun 1887)
Pada masa ini tanggungjawab pemeliharaan iman di pulau sangihe
dan talaud ditangani oleh Komite Sangihe dan Talaud. Komite ini
didirikan di Belanda atas kerja sama dengan beberapa badan
penginjilan. Komite hanya bertanggung jawab membiayai perjalanan
utusan injil sampai di Batavia, sesudah itu diserahkan kepada
pemerintah Hindia Belanda melalui badan penginjilan yang ada di
Manado. Utusan injil yang datang di sangihe dan talaud diambil
dari beberapa badan penginjilan.
Utusan injil baru tiba di Sangihe tahun 1888. Mereka yang
diutus adalah : M. Kelling,W.T.Vonk, J.C.G.Ottow. Tahun 1891, siau
menerima pekerja injil baru yaitu : A.J. Swanborn,pada saat yang
sama G.F. Schroder pindah dari talaud di pulau sangihe, dan Mr.K.G.F.
Steller tiba di Manganitu 31 mei 1899. Pada tanggal 1 Juli 1904
pelayanan injil di serahkan lagi pada komite untuk pemeliharaan
kebutuhan rohani jemaat kristen protestan pribumi. Menjelang
pertengahan tahun 1900, gereja kristen di sangihe menyatakan
berdiri sendiri, tidak terikat lagi oleh gereja negara.
Sumber : BUDAYA INDONESIA.ORG
Sumber : BUDAYA INDONESIA.ORG