JBlogs~Orang sangihe adalah satu-satunya suku pelaut di utara Indonesia.
Nenek moyang orang sangihe sudah mengarungi lautan luas ke timur
sampai ke halmahera dan papua, keselatan sampai ke pulau jawa dan
sampai ke luar nusantara yaitu ke china.
“ Yang pasti, pulau-pulau ini sudah sejak penemuan Ferdinand
Magelhaes dalam tahun 1512, telah berhubungan dengan dunia barat, juga oleh penangkap ikan paus dari amerika.Orang china dan
orang arab sudah sejak dahulu mulai berdagang dengan penduduk dan
kawin dengan wanita pribumi. Sebagai pelaut yang berani penduduk
pulau ini sejak berabad
– abad lalu merantau dengan perahu-perahu
mereka ke berbagai bagian kepulauan hindia. Pieter Alstein dan
David Haak dalam laporan kunjungannya ke Talaud menulis bahwa
penduduk dengan perahu-perahu sendiri berlayar ke
Batavia, Malaka, manila dan Siam. (D.Brillman,Zending dikepulauan sangi,
dan talaud.terjemahan GMIST)- Perahu sangihe
Kemampuan membuat atau merancang berbagai perahu sudah dimiliki
sejak nenek moyang. Kemampuan ini tidak dimiliki oleh suku
lain di Sulawesi utara. Bahkan sampai saat ini, beberapa kapal
yang digunakan sebagai angkutan laut pada jalur pelayaran
philiphin, talaud, manado, bitung, halmahera diproduksi oleh orang
sangihe yang bukan ahli perkapalan secara akademisi.
Perahu merupakan sarana vital yang menghubungkan beberapa pulau
di kepulauan sangihe. Tanpa perahu, perekonomian sangihe akan
menjadi pincang. Setiap kampong pesisir memiliki ahli membuat
prahu. Kegiatan ini sudah menjadi bagian dari adat sangihe. Dari
budaya membuat perahu kemudian muncul ritual tua menondo sakaeng atau menurunkan perahu.
Perahu sangihe sudah dikenal secara luas sejak masuknya spanyol di
Sangihe. Perahu sangihe sering digunakan sebagai armada perang
diantaranya sebagai armada perang laut antara portugis dan voc
di tondano. Perahu tertua sangihe adalah bininta atau tumbilung, kemudian muncul perahu kora-kora,konteng,londe dan bolotu, termasuk diantaranya perahu untuk lomba dayung.
Penggunaan perahu dalam aktifitas sehari hari berbeda fungsinya.
Perahu sangihe digunakan untuk manangkap ikan,berlayar antar pulau
dekat,antar pulau yang jauh,armada perang,sebagai tumpangan
raja,sebagai perahu raja,perahu pengawal raja,perahu tempur,perahu
tambangan (bolotu) perahu ini digunakan apabila perahu kora-kora
tidak bisa merapat kepantai dan perahu lomba. Sealain perahu pakai
terdapat juga miniature perahu yang digunakan dalam upacara
menahulending banua yang disebut lapasi. Perahu tersebut
berguna untuk membawa penyakit dan semua kesialan manusia
didarat dan dibuang bersama dengan miniature perahu kelaut.
Beberapa model perahu berdasarkan desain K.G.F. Steller dalam buku
“ Sangirees– nedherlands woordenboek ” dari model yang sebenarnya
dan di modifikasi untuk disesuaikan oleh Alffian Walukow.
- Perahu Bininta
Grafland dalam buku Minahasa masa lalu dan masa kini
(terjemahan Jost Kulit) menulis bahwa sudah ada perahu sangihe
yang berlabuh di pelabuhan manado tahun 1800 dengan nama perahu
Kora-kora dan tumbilung. Perahu tumbilung sama dengan bininta
tetapi tumbilung menggunakan tiga bahateng.
- Perahu kora – kora, perahu ini adalah perahu kenegaraan raja-raja sangihe.
- Perahu jenis londe dan perkembangannya
- Perahu konteng
Perahu ini adalah perahu yang digunakan raja dalam kunjungannya ke daerah bawahan
Nenek moyang orang sangihe sudah menggunakan teknologi dan
mengenal ilmu pengetahun sejak lama diantaranya, pembuatan
berbagai macam perahu,mengenal sistim perbintangan, peredaran bulan
di langit dan penanggalan kalender. Tidak diketahui sejak kapan
kemampuan akan pengetahuan dan teknologi dimulai tetapi sudah
sejak lama digunakan.
NAMA MATA ANGIN
Mata angin indonesia
|
Nama sangihe
|
Utara |
Sawenahe |
Utara timur laut |
Laesuiki sawenahe |
Timur laut |
Laesuiki |
Timur timur laut |
Laesuiki dahi |
Timur |
Dahi |
Timur tenggara |
Mahaing dahi |
Tenggara |
Mahai |
Selatan tenggara |
Mahaing timuhe |
Selatan |
Timuhe |
Selatan barat daya |
Tahanging timuhe |
Barat daya |
Tahanging |
Barat, barat daya |
Tahanging bahe |
Barat |
Bahe |
Barat, barat laut |
Poloeng bahe |
Barat laut |
Poloeng |
Utara barat laut |
Poloeng sawenahe |
NAMA HARI
Nama hari Indonesia
|
Nama Sangihe
|
Senin |
Mandake |
Selasa |
Salasa |
Rabu |
Areba |
Kamis |
Hamise |
Jumat |
Sambayang |
Sabtu |
Kaehe |
Minggu |
Misa |
NAMA BULAN KALENDER MASEHI
DALAM BAHASA SANGIHE
Nama bulan Indonesia
|
Nama Sangihe
|
Januari |
Hiabe |
Pebruari |
Kateluang |
Maret |
Pahuru |
April |
Kaemba |
Mei |
Hampuge |
Juni |
Hente |
Juli |
Bulawa kadodo |
Agustus |
Bulawa geguwa |
September |
Bewene |
Oktober |
Liwuge |
Nopember |
Lurange |
Desember |
Lurangu tambaru |
DAFTAR NAMA BULAN DI LANGIT BERDASARKAN HARI
Hari
|
Nama bulan
|
30
|
Tĕkalĕ
|
1
|
Kahumata – PakÄ•sa
|
2
|
Kahumata – karuane
|
3
|
Kahumata - katelune
|
4
|
Sebangu – harese
|
5
|
Batangengu - harese
|
6
|
Likud’u - harese
|
7
|
Sehangu - letu
|
8
|
Batangu – letu
|
9
|
Likud’u - letu
|
10
|
Arang
|
11
|
Sehangu pangumpia
|
12
|
Batangnegu pangumpia
|
13
|
Umpause
|
14
|
Limangu bulang
|
15
|
Teping
|
16
|
Sai pakesa
|
17
|
Sai karuane
|
18
|
Sai katelune
|
19
|
Sehangu harese
|
20
|
Batangengu harese
|
21
|
Likudu harese
|
22
|
Sehangu letu
|
23
|
Batangengu letu
|
24
|
Likud,u letu
|
25
|
Awang
|
26
|
Sehangu pangumpia
|
27
|
Batangengu pangumpia
|
28
|
Umpause
|
29
|
Limangung basa
|
- Rumah Tempat Tinggal
Berdasarkan temuan ahli, tempat tinggal manusia sangihe saman
pra sejarah adalah di goa – goa karang. Dalam legenda, tempat
tinggal manusia sangihe purba adalah di dahan pohon besar dan
di pohon - pohon yang roboh. Seiring perkembangan waktu dan
dikenalnya teknologi, mereka mulai membuat rumah – rumah
sederhana.
Pada awalnya bentuk rumah sangat sederhana. Berdasarkan pemahaman
beberapa budayawan sangihe bahwa rumah orang sangihe adalah pamangkonang. (wawancara. M. Madonsa.2007). Kemudian berkembang menjadi rumah ikat. Dikatakan rumah ikat karena tidak menggunakan paku tetapi diikat dengan rotan.
Rumah suku sangihe tidak memiliki bilik atau kamar. Sejak
masuknya spanyol di kepulauan sangihe, orang sangihe sudah mulai
mendirikan rumah dengan konstruksi beton menggunakann semen dari
karang yang dibakar. Di masa awal kolonial belanda akhir 1700
sampai awal thn 1800 orang sangihe sudah mulai menggunakan bilik
pada konstruksi rumah. Rumah ikat terakhir ditemukan di kampung
Lehupu.
Konstruksi rumah kayu orang sangihe adalah rumah panggung.
Diantara rumah yang dibangun terdapat rumah umum dimana rumah
tersebut adalah tempat berkumpul komunitas adat dari setiap
persekutuan hukum adat terkecil banua yang dikemudian hari menjadi rumah raja atau istana.
Rumah tersebut dinamakan Bale Lawo.Menjelang berakhirnya pemerintahan kolonial belanda, bale lawo
mendapat sentuhan eropa dari segi kekuatan konstruksi tetapi
tetap mempertahankan keaslian model. Rumah sangihe berdasarkan
catatan D.Brilman adalah : Rumah-rumah dibangun diatas tiang
tinggi, memiliki tangga masuk kerumah yang diangkat pada waktu malam
hari. Terdapat satu serambi umum yang luas dan satu bilik tinggal
yang sama luasnya dengan serambi umum.Disebelah kiri dan kana
terdapat bilik tidur yang dipisahkan oleh dinding kayu,bamboo atau
tirai. Jika salah satu anggota keluarga menikah maka rumah akan
disambung dibagian belakang. Semakin banyak yang menikah maka
akan semakin panjang rumahnya. Rumah seperti ini ditempati oleh
25 sampai 30 rumah tangga. Konstruksi rumah sperti ini terakhir
ditemukan di pulau-pulau Nanusa. Banyak rumah asli orang sangihe
mengalami pemusnahan akibat letusan gunung api.
- Bale Lawo.
Bale lawo atau istana adalah rumah untuk banyak
orang. Rumah ini didirikan sebagai tempat pertemuan masyarakat
umum pada satu kesatuan hukum dalam komunitas adat sangihe
dengan sang raja sekaligus sebagai tempat tinggal raja. Balelawo
pertama kali didirikan oleh Balango di sahabe.
- Makanan tradisonal
- Makanan umum
Makanan utama suku sangihe adalah sagu, yang diproduksi dari
jenis pohon palm. Di pulau sangihe terdapat berbagai jenis
palm diantaranya adalah : Arena tau enau ( Arenga pinnata ), pinang
sirih (asal philiphina), Pinang kelapa ( Actinorhytis calapparia),Sagu
rumbia (Metroxylan sagu), Kelapa (cocos nucifera), rotan sega (calamus
caesius), sarai raja (caryota no), Sarai midi (caryota maxima), palm
kuning dan merah endemic sangihe. Melihat bentuknya, pohon yang
memproduksi sagu disangihe adalah Sagu (Metroxylan sagu), sarai raja
(caryota no) dan Sarai midi (caryota maxima).
Selain mengkonsumsi sagu, masyarakat sangihe juga mengenal adanya
beras yang diproduksi dari ladang kering. Selain sagu dan beras,
makanan khas sangihe adalah singkong (sangihe = bungkahe),umbi
jalar (sangihe ; ima atau batata) dan talas (sangihe = kole ).
Setiap hari orang sangihe memproduksi sagu dalam jumlah yang
banyak. Tempat untuk memproduksi sagu disebut pamangkonang.
Sayuran utama orang sangihe adalah Sakede (daun melinjo), sayur
paku,sayur gedi dan sayur wori. Ikan laut merupakan lauk utama
ditambah daging babi (untuk yang Kristen) dan daging kambing
(untuk yang muslim).
Pada awalnya orang sangihe tidak memakan daging
tikus,anjing,kelelawar,ular dan biawak, tetapi sejak masuknya orang
Minahasa di kelp. Sangihe maka mulailah orang sangihe
mengkonsumsinya. Diantara makanan yang sering dikonsumsi, resep
tertua adalah ketupat kuning, ikan laut bakar,sagu bakar dan kuah sasi
( kuah yang di campur dengan ikan laut bakar). Resep makanan yang
dominan sampai saat ini adalah Sagu bakar,ubi rebus, dipadu
dengan sayur santan dan ikan laut bakar. Untuk pesta atau acara
yang menghadirkan banyak orang selalu disiapkan ketupat.
Orang sangihe mengenal nasi yang dibungkus sejak berakhir masa kepercayan sundeng. Pada awalnya, ketupat atau empihise
menjadi bagian dari sesajen dalam upacara persembahan yang
menggantikan kedudukan manusia dan hewan sebagai korban. Ketupat
yang diwajibkan dalam sajen adalah ketupat dengan nama bebatung kambing.
Orang sangihe mengenal 16 jenis ketupat berdasarkan teknik anyaman yaitu : bawatung,
muntia, dokongmanu, buang tariang, kaemba, bituing,bebatun kambing,
kasumbure, bininta, pikang, sawaku, mehisa, waliung, batung kapese dan
kalemba. Ketupat kalemba adalah ketupat yang paling penting dalam upacara keagamaan masa lalu.
- Tamo.
Berdasarkan cerita lisan, Tamo pertama kali dibuat pada pesta
perkawinan Mangulundagho dengan Bangsang peliang di Bongko lumenehe
(Kampung dagho sekarang) tamo dibuat dari bermacam macam makanan
yang kemudian disebut Golopung (Gideon Makamea,prospek budaya dan tradisi-tradisi historis daerah kab.kepl. sangihe dan talaud-2008).
Pembuatan Tamo kedua oleh Talongkati (bibi dari Makaampo) pada acara perkawinan Makaampo. (Toponimi,cerita dan…….2006). Tamo
adalah makanan tradisional khas sangihe yang tidak dapat
ditemukan ditempat lain. Tamo adalah makanan yang memiliki
filosofi khusus yang berhubungan dengan kehidupan orang sangihe
sejak nenek moyang. Filosofi utama dari Tamo adalah “Jawaban dan kehormatan” dalam adat sangihe. Tamo adalah bentuk makanan yang memiliki latar belakang cerita kehidupan mula-mula disangihe.
Berdasarkan sastera lisan umum di beberapa wilayah sangihe, tamo
pertama kali digunakan bersamaan dengan keberadaan kerajaan Tabukan
raya yaitu pada pesta perkawinan mangulundagho dengan wangsang peliang di dagho. (kampung dagho sekarang).
Biasanya, tamo hanya disajikan dalam acara yang menghadirkan
banyak orang. Karena berdasarkan tradisi bahwa tamo yang dibuat
harus habis dimakan. Tamo juga sebagai perlambang undangan. Jika
sebuah pesta sudah diletakan tamo pada posisinya maka semua
warga boleh hadir dan memasuki pesta tersebut. Dari latar cerita
ini maka tamo adalah bagian dari kebersamaan. Kehadiran tamo dalam
satu acara mewakili semua makanan yang ada. Tamo adalah makanan
yang paling istimewah diantara makanan yang ada, untuk itu
tamo harus diletakkan di tempat yang sangat khusus. Dengan
syarat dapat dilihat oleh semua orang yang hadir dalam acara.
Resep tamo tua adalah campuran dari beras,umbi-umbian,gula, minyak
kelapa, tetapi resep ini tidak bertahan lama karena mudah basi.
Pada saat ini resep tamo terdiri dari beras,gula dan minyak
kelapa. Untuk membuat tamo harus melewati beberapa ketentuan adat
diantaranya, orang yang akan memasak tidak sedang dalam keadaan
bertengkar sebelum sampai ke dapur, tempat untuk meletakan kuwali
harus menggunakan 3 batu sebagai tungku. Karena sakralnya kue
ini maka minyak yang menetes dari cetakan tamo selalu disimpan
sebagai minyak yg berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit.
Bagian terpenting dalam pembuatan tamo adalah ritual “memoto
tamo” (memotong tamo). Sebelum memotong tamo, orang yang ditugaskan
untuk memotong tamo harus menyampaikan sasalamate yang dinamakan
sasalamate tamo. Isi dari sasalamate tamo adalah berkisah tentang
tamo itu sendiri dan pesan atau nasehat tentang kebaikan kepada
banyak orang. Sebagai sebuah makanan yang istimewah maka dimasa
lalu tamo harus dibungkus dan tidak terlihat.
Tamo, pertama kali dikenal dalam satu pesta perkawinan putri
seorang raja dikerajaan Tabukan Tua. Pesta perkawinan itu terjadi
sesudah berdirinya Kerajaan Tampungang Lawo, 400 tahun silam atau
sesudah keruntuhan Majapahit. Pada masa lalu Tamo memiliki dua
spesifikasi dari bentuk dan kegunaannya yaitu Tamo Boki berwarna putih dan Tamo Coklat seperti yang masih dibuat sampai saat ini ( Drs. Bahagia Diamanis Sarjana Sejarah IKIP Negeri Manado,wawancara 2006)
Filosofi terpenting dari Tamo adalah Mengundang masyarakat banyak
untuk datang dalam satu pertemuan. Masyarakat dari kalangan manapun
boleh datang dalam satu hajatan atau acara syukuran tanpa diundang
apabila didalam acara tersebut sudah terlihat Tamo.( Pernyataan Bapak Manossoh Ketua Dewan adat Sangihe dan bapak Mehare dalam satu percakapan menjelang pembuatan Tamo Raksasa di Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sangihe, 2006)
Tamo bukanlah status sosial tetapi pada akhirnya Tamo berubah
kedudukan dan penggunaannya dalam acara-acara hajatan atau syukuran.
Dikemudian hari Tamo menjadi bagian dari status sosial masyarakat. Hal
ini terbukti dengan ditempatkannya Tamo pada acara-acara yang sangat
khusus seperti acara-acara yang diadakan oleh pimpinan daerah atau acara-acara lain yang sangat khusus seperti pesta
pernikahan adat dan modern. Sampai saat ini belum pernah masyarakat
sangihe membuat Kue Tamo sebagai jualan dipasar atau sebagai makanan
harian. Begitu sakralnya kue adat Tamo sehingga terungkap satu
pernyataan lain yang mengatakan bahwa kue adat Tamo harus dibungkus
dengan penutup yang tidak tembus pandang, karena berdasarkan kebiasaan
bahwa kue Tamo itu Laksana seorang wanita cantik yang sangat terhormat.( pernyataan Hengky Natingkase S.Ip. Tokoh pemuda,2006 )
Berdasarkan kesepakatan antara pemuka adat Sangihe dalam dewan adat bahwa tidak boleh lagi menggunakan bendera pada pucuk Tamo. Dengan alasan bahwa tidak ada semangat bendera merah putih dalam kue adat Tamo karena Tamo sudah ada ratusan tahun sebelum Indonesia Merdeka. ( pernyataan bapak Mehare,anggota dewan adat dalam pembicaraan tentang Tamo Raksasa di Kantor Disparbud Sangihe,2006)
Setelah selesai diolah maka tamo siap di cetak dalam sebuah cetakan dari bahan alami yaitu bulu.
- Konstruksi tamo
Tamo memiliki unsur utama yaitu badan tamo, ditambah asesoris
pada badan tamo berupa udang (dimasa lalu) dibagian dasar diletakan
bermacam – macam makanan khas sangihe.Pada mulanya dibagian pucuk
tamo diletakan telur yang melambangkan kehidupan baru (sesuai dengan cerita manusia mula-mula dalam cerita gumansalangi)
Sesudah perang kemerdekaan maka symbol telur diganti dengan
bendera negara merah putih, tahun 20006 tidak lagi menggunakan
bendera pada pucuk tetapi bunga atau telur.
Sumber : BUDAYA INDONESIA.ORG